Wednesday, October 29, 2008

Tujuan investor menempatkan dananya dalam investasi saham di pasar modal tidak lain adalah untuk mendapatkan keuntungan, mengembangkan modal, bila perlu memperoleh pendapatan rutin di bursa saham. Karenanya, tiap-tiap investor hampir pasti akan melakukan berbagai upaya guna memenuhi tujuannya ini. Upaya yang dilakukan juga sama, yakni mengelola potensi pendapatan dalam investasi saham ini yang berupa dividen dan capital gain.

Untuk memperoleh dividen maka investor perlu menyimpan saham tersebut minimal setahun, sedangkan untuk memperoleh capital gain langkah investor adalah membeli pada harga rendah kemudian menjual dengan harga tinggi. Jadi dua potensi ini yang kemudian dikelola oleh investor. Yang berhasil tentunya akan memperoleh keuntungan, modal bertambah dan akan sangat mungkin memperoleh pendapatan rutin (gajian tiap hari). Persoalannya bagaimana caranya agar tujuan investasi itu bisa tercapai?

Bagi investor yang telah menetapkan tujuan berinvestasi di saham untuk kepentingan pengembangan modal atau pertumbuhan modal, dan bila perlu bisa memperoleh pendapatan tiap hari sudah barang tentu akan melakukan aktivitas trading. Walhasil investor tersebut hampir pasti akan menjadi investor aktif. Ia akan melakukan transaksi secara offensive, bukan lagi devensive. Karena itu saham yang dibeli adalah saham-saham yang memiliki likuiditas tinggi. Aktivitas perdagangannya dari waktu ke waktu selalu ada.

Pilihannya bisa saham-saham yang tergabung dalam kategori blue chips, atau yang di Bursa Efek Indonesia (BEI) dikenal sebagai saham LQ-45 (45 saham terlikuid). Saham jenis ini menjadi pilihan karena mudah membeli dan mudah pula menjual, aktivitas tawar menawar pada saham-saham ini selalu ada dari waktu ke waktu. Kapan ingin membeli, ada yang menjual, kapan ingin menjual selalu ada yang membeli. Dengan kata lain, bagi investor aktif yang menganut investasi saham untuk pertumbuhan modal, jangan terlalu lama menahan saham (hold) terlalu lama menahan berarti akan kehilangan kesempatan memperoleh capital gain pada saham lainnya. Investasi pada satu saham lebih bersifat short term (jangka pendek) terkadang hari itu beli hari itu juga jual. Untuk itu penekanan investasi akan terpaku pada saham-saham yang cepat yang pengaruhnya besar bagi pasar.

Sementara itu, bagi investor yang membeli saham untuk kepastian pendapatan adalah tipikal investor yang konservatif, selalu menghindari risiko. Tipe investor ini bisa kita katakan sebagai yang sangat defensive. Karenanya dalam berinvestasi, investor tipikal ini selalu berhati-hati dan selalu memperhitungkan potensi pendapatan yang hendak dicapainya. Karenanya sebelum menentukan pilihan saham harus selalu dianalisa terlebih dulu saham mana yang akan menjadi sasaran investasi. Mulai dari karakteristik saham, kondisi fundamental, struktur industri serta rasio-rasio keuangan yang dari perusahaan yang menjadi sasaran investasi. Perangkat yang dipakai dalam menganalisa bisa bersumber dari laporan keuangan, utamanya yang terkait dengan kemampuan perusahaan tersebut membayarkan dividen tiap tahunnya. Agak rumit memang, namun berbagai rasio keuangan tersebut bisa ditanyakan kepada analis yang ada di perusahaan efek.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menentukan pilihan saham misalnya rasio harga saham dibandingkan dengan pendapatan (price erning ratio atau P/E) dan dividen pay out rasio. PE merupakan perbandingan harga saham dengan laba per saham yang kemudian menjadi ukuran penting yang menjadi landasan pertimbangan seorang investor membeli saham sebuah perusahaan. Hal umum yang dilakukan adalah menjadikan rasio P/E sebagai pembanding untuk menilai pertumbuhan suatu perusahaan. Artinya, pertumbuhan sebuah perusahaan dinilai tinggi jika rasio P/E perusahaan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rasio P/E perusahaan dalam industri yang sejenis.

Beberapa panduan di atas merupakan sekelumit dari banyak bentuk dan strategi dalam investasi saham yang bisa dilakukan investor. Namun dari banyak faktor dan strategi itu, faktor terpenting yang harus menjadi pertimbangan adalah ketidakpastian alias risiko. Karena investasi tidak akan terlepas dari pendapatan dan risiko. Hukum investasi yang tidak dapat dipungkiri adalah semakin tinggi ekspektasi pendapatan akan semakin tinggi pula risiko yang harus dihadapi. Karena itu dalam mengelola investasi ini investor akhirnya harus dihadapkan pada tingkat toleransi terhadap risiko yang mungkin saja muncul. Kita tahu, risiko merupakan penyimpangan dari ekspektasi tingkat pengembalian yang diharapkan, karena bisa saja, harga saham yang diharapkan naik malah mengalami penurunan atau ketika mengharapkan perusahaan akan beroperasi dengan baik dan mendapatkan keuntungan ternyata malah mengalami kerugian yang berakibat perusahaan harus memutuskan untuk tidak memberikan deviden kepada para pemegang sahamnya. Sementara itu apabila mengambil keputusan untuk bertransaksi di saham, investor sebaiknya juga mempertimbangkan tingkat toleransi mereka terhadap risiko.

Agar bisa bertoleransi dengan risiko investor perlu memperhatikan dana yang menjadi bekal dalam investasi. Hematnya dana yang dibawa dalam investasi bukan dana keperluan sehari-hari apalagi dana yang disiapkan untuk kepentingan emergency. Sebaiknya digunakan dana yang memang disiapkan untuk investasi. Karena hanya dengan begitu, investor bisa bertoleransi dengan risiko.

Source : okezone.com