Monday, October 13, 2008

Perusahaan bank investasi di Wall Street yang membentuk wajah dunia keuangan selama dua dekade ini berakhir.

Persetujuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) atas rencana Goldman Sachs dan Morgan Stanley untuk mengubah status menjadi bank komersial membuat kedua bank tersebut melepas posisinya sebagai bank investasi.

Bank investasi adalah bank yang core business-nya lebih fokus menjadi penasihat keuangan dan jual beli saham. Dengan posisi barunya sebagai holding bank alias bank induk,Goldman Sachs dan Morgan Stanley bisa melakukan fungsi sebagai bank investasi maupun bank komersial yang menarik dana dari nasabah.

Sebelum perubahan Goldman Sachs dan Morgan Stanley menjadi bank induk dan menjadi bank komersial yang bisa menerima dana simpanan dari pihak ketiga dan melakukan transaksi keuangan seperti bank komersial lain, bank investasi independen di Wall Street sejatinya hanya tersisa dua, yakni kedua bank ini.

Tiga bank investasi independen Wall Street lain sudah lebih dulu kolaps. Analis memang sudah meragukan kemampuan keberlanjutan (sustainability) model bank investasi independen tersebut.

Dalam konferensi mengenai kinerja perusahaan pada 16 September lalu, direktur keuangan (chief financial officer) dari kedua perusahaan ini sudah dicecar analis dengan pertanyaan mengenai kemampuan Goldman Sachs dan Morgan Stanley bertahan sebagai perusahaan independen.

Spread pada instrumen credit-default swap (CDS) yang menjadi proteksi terhadap risiko gagal bayar (default) melonjak pada kedua raksasa keuangan AS ini ketika investor turut mencemaskan dampak kebangkrutan Lehman Brothers.

CDS merupakan instrumen keuangan di mana perusahaan-perusahaan di Wall Street mengambil asuransi pasar untuk mengatasi risiko dari gagal bayar obligasi perusahaan yang mereka beli. Produk finansial turunan ini kebanyakan berhubungan dengan kredit perumahan AS yang sekarang macet.

Tidak aneh kalau Goldman Sachs dan Morgan Stanley akhirnya menyerah dan ikut memilih menjadi universal bank. Universal bank yang mengombinasikan antara fungsi bank investasi dan bank komersial yang berhak menerima simpanan dana nasabah menjadi alternatif bertahan di tengah tsunami keuangan di Negeri Paman Sam.

Sebagaimana diketahui, Bear Stearns dan Merrill Lynch juga menemukan perlindungan dari badai finansial melalui dua bank universal raksasa,yakni JPMorgan Chase dan Bank of America. Bank universal Inggris Barclays juga menjadi salah satu peminat aset Lehman Brothers setelah bank investasi Wall Street itu dinyatakan bangkrut.

Begitu pula Citigroup, yang sampai sekarang dinilai sebagai salah satu entitas bisnis yang mengalami kerugian terbesar dari krisis global,memperoleh dukungan dari fungsi bank universal. Pendapatan perusahaan ini tetap stabil dan mendapatkan keuntungan dari pendanaan simpanan yang diperolehnya. Kekakuan regulator AS terhadap bank universal juga melunak.

Meski Glass- Steagall Act yang disahkan pada 1933 silam-yang memisahkan antara bank investasi dan bank komersial-dicabut pada 1999 lalu, model bisnis perbankan universal ini masih dipandang dengan kecurigaan di AS.

Di antara langkah yang telah diumumkan pada 14 September silam,The Fed untuk sementara waktu tidak memberlakukan peraturan yang membatasi jumlah dana yang bisa dipinjamkan oleh sebuah bank kepada bank investasi yang menjadi perusahaan afiliasinya.

Memang banyak yang skeptis regulasi ini mampu membuat perbedaan secara praktis. Bahkan meski anak perusahaan afiliasi dari bank universal yang merupakan bank investasi mampu mencari pendanaan secara terpisah, peringkat induk perusahaannya yang merupakan bank universal biasanya membuat biaya bunga untuk pinjaman atau menerbitkan obligasi pada anak perusahaan bank investasi menjadi lebih murah.

Dengan berpegang pada patokan di atas, jika bank investasi mengalami kesulitan atau bahkan bangkrut, dampaknya akan merusak hingga ke neraca keuangan perusahaan induk bank universal secara keseluruhan.Yang jelas, suspensi regulasi ini oleh The Fed dan berakhirnya era bank investasi Wall Street yang melegenda itu menunjukkan lanskap perbankan AS telah berubah drastis.

Sebelum Goldman dan Morgan Stanley berubah menjadi bank induk, sudah banyak yang menanyakan: mampukah keduanya bertahan sebagai bank investasi independen? Dalam kondisi normal, pertanyaan ini kelihatan begitu tolol.

Kedua bank ini sudah membukukan laba dalam tiga kuartal berturut-turut. Kinerja Morgan Stanley bahkan dengan mudah melampaui ekspektasi analis dan pemegang saham perusahaan. Bertumbangannya tiga pesaing bank investasi di Wall Street seharusnya akan mempermudah Goldman dan Morgan Stanley melakukan ekspansi bisnis investasinya serta meningkatkan pricing power.

Buktinya, Morgan Stanley mencatatkan rekor pendapatan dalam bisnis perantaranya (brokerage). Kedua raksasa ini pun sejatinya berhasil mengurangi eksposur mereka yang paling mencemaskan.Keduanya mampu mengumpulkan modal dalam jumlah yang terbilang layak dan mempunyai likuiditas yang kuat.

Artinya, Goldman dan Morgan Stanley punya argumentasi kuat bahwa mereka dikelola lebih baik dibandingkan bank investasi lain yang sudah bangkrut. Masalahnya, tentu, sekarang bukanlah kondisi normal bagi perekonomian negara adidaya itu.

Akibatnya Morgan Stanley sempat diberitakan sedang melakukan penjajakan merger dengan bank Amerika Wachovia dan Citic dari China untuk mempertahankan bisnisnya. Tiga keraguan menggantung pada model bank investasi independen.Kekhawatiran pertama adalah risiko insolvency.

Bank investasi memiliki leverage (sejauh mana aktivitas perusahaan dibiayai oleh utang dibandingkan modal sendiri) lebih besar daripada bank-bank lain. Fenomena itu minimal lebih terlihat di AS. Ini memperburuk dampak jika nilai aset pada neraca keuangan rontok seperti karena kredit macet perumahan.

Bank investasi juga tidak memiliki aliran pendapatan yang lebih stabil seperti pada bank komersial dan bank ritel. Dengan kata lain, bank investasi memiliki ruang gerak lebih sempit untuk terjadinya kesalahan. Reputasi Goldman di bidang manajemen risiko sudah terkenal prima,begitu pula dengan Morgan Stanley.

Namun, mendapatkan kepercayaan investor dari sisi valuasi dan hedging lebih sulit pada hari-hari terjadinya guncangan finansial sekarang ini. Kecemasan kedua terkait dengan profil pendanaan bank investasi.Sebagai grup korporasi,bank investasi sangat bergantung pada pendanaan jangka pendek, terutama pada transaksi repo, yakni pihak pembeli mendapat jaminan atas surat utang yang mereka beli.

Karena itu, bank investasi sangat rentan dengan risiko keringnya likuiditas seperti yang dialami Bear Stearns. Goldman dan Morgan Stanley memang mungkin bisa berdalih kalau deposito ritel pada bank komersial pun bisa mengalami rush seperti pada pasar investasi. Ini seperti yang dialami Northern Rock dan IndyMac.

Kedua bank komersial itu mengalami rush penarikan dana besarbesaran. Namun, tentu saja pengaruh kejadian tersebut tetap tidak sefluktuatif dampak langsung/tidak langsung dari kehancuran portofolio obligasi berbasis mortgage atau pasar derivatif terhadap neraca keuangan bank investasi.

Akibatnya, biaya pendanaan meningkat sehingga memicu kecemasan ketiga, yakni mengenai kemampulabaan (profitabilitas). Seiring dengan suramnya prospek Wall Street, bank investasi menghadapi melemahnya permintaan (demand) terhadap layanan mereka.

Meskipun pasar Wall Street akhirnya bangkit kembali setelah direstrukturisasi, pasar itu akan mengecil ukurannya dan kurang begitu menjanjikan dibandingkan dengan sebelum terjadinya krisis. Karena pertimbangan-pertimbangan di atas,bank investasi Goldman Sachs dan Morgan Stanley akhirnya berubah menjadi bank induk.

Perubahan tersebut akan memberi mereka akses kredit yang lebih mudah sekaligus membantu kedua perusahaan bertahan dalam krisis keuangan yang kini mengguncang Negeri Paman Sam.

Source : okezone.com