Monday, December 22, 2008

Mereka pada dasarnya tidak paham benar apa itu over the counter, margin trading, dual currency, credit default swaps, dan ratusan istilah lainnya lagi. Mereka hanya percaya pada para penyelenggaranya: Lehman Brothers, Citibank, dan lain-lain.

Di Hongkong lebih tragis lagi. Kalau di Indonesia korbannya orang-orang kaya, di sana ratusan ribu orang miskin ikut menderita. Di Hongkong ada produk yang bernama minibond. Yang menjual juga bank-bank terkemuka. Dalam brosurnya juga tertulis nama-nama besar seperti Lehman Brothers, DBS Bank, Standard Chartered, dan seterusnya. Semua mengira uang mereka aman. Pasti nama-nama besar tersebut akan memberikan jaminan.

Di antara korban itu adalah seorang wanita berumur 70 tahun yang hidup sendirian. Dia tergiur sales yang mendatanginya yang menawarkan bunga 2 persen lebih tinggi dari bunga bank. Semua uangnya dibelikan minibond. Nenek itu tidak lagi punya sumber penghasilan lain. Bunga tabungan tersebut satu-satunya harapan mempertahankan hidup. Karena itu, selisih 2 persen dia perhitungkan.

Dia sebenarnya punya satu anak, tapi justru menjadi tanggungannya. Anak itu, karena lemah mental, tidak punya jodoh dan penghasilan apa-apa. Ketika krisis terjadi, uangnya lenyap. Ada 30.000 orang di Hongkong yang tergiur minibond seperti nenek itu.

Minibond memang terjangkau masyarakat kecil. Tidak seperti perdagangan saham yang membelinya harus minimal satu lot. Mereka mengira minibond adalah bond dalam ukuran kecil, untuk orang kecil. Ternyata, minibond itu hanya nama perusahaan. Yakni, PT Minibond.

Perusahaan tersebut tidak bisa ditelusuri alamatnya karena didirikan di Cayman Island, sebuah pulau mini bebas pajak nun di Kepulauan Karibia sana. Inilah model perusahaan yang disebut ''perusahaan dua dolar''. Artinya, untuk mendirikan perusahaan seperti itu, modalnya cukup dua dolar.

Uang yang terkumpul dari orang-orang kecil tersebut ternyata diputar untuk membeli produk lain yang bunganya lebih tinggi. Yakni, produk subprime mortgage yang bermasalah itu. Para nasabah tidak tahu itu. Umumnya mereka hanya percaya pada nama besar Lehman Brothers serta bank-bank terkemuka di Hongkong dan Singapura.

Bandingkan, kalau kita ikut program derivatif sekalipun. Tetap ada perincian ke mana uang kita, dibelikan apa, hasilnya bagaimana. Tiap periode kita bisa tahu: lagi untung atau lagi buntung. Bahkan, ketika uang kita tiba-tiba lenyap seperti yang dialami para nasabah Citibank/Lehman Brothers dan Bank Century, kita tetap saja bisa mendapatkan perinciannya. Yakni, perincian bahwa uang kita sudah menjadi nol rupiah (Rp 0).

Source : "Newsmaster" Milis junior_Trader
e-mail : newsmaster@warnet2000.net