Friday, December 19, 2008

Industri otomotif AS kembali disuguhkan kabar yang kurang baik. Masih belum menentunya kepastian pengucuran dana bailout sektor otomotif yang dijanjikan oleh pemerintah membuat perusahaan-perusahaan otomotif yang tergabung dalam "3 Besar" kembali mengalami kondisi yang kian terpuruk. General Motors, Ford dan Chrysler kembali menyatakan bahwa kondisi mereka dalam posisi terjepit. Kondisi tersebut diperlihatkan pada konferensi pers yang dilakukan oleh ketiga CEO perusahaan otomotif tersebut yang menyatakan akan menutup 59 pabriknya, mulai dari pabrik mesin sampai dengan pabrik perakitan.


Saking terdesaknya, ketiga perusahaan tersebut akan melakukan kebijakan tersebut mulai dari tahun 2009 mendatang. Kondisi tersebut terbilang wajar mengingat penderitaan yang dialami oleh sang "3 Besar" telah mengalami kurun waktu yang cukup lama. Bahkan jika kita tilik bersama sejak awal kuartal keempat tahun ini nasib sektor otomotif masih belum mendapat kepastian. Harapan sempat muncul pada pekan lalu disaat pemerintah AS menjanjikan akan mengucur kan dana sebesar 14 miliar dollar atau senilai Rp 168 triliun guna dikucurkan sementara kepada sektor otomotif. Dana tersebut diperoleh dari pengambilan sebagian dari total dana bailout sektor finansial yang mencapai 700 miliar dollar atau senilai Rp 8.400 triliun. Direncanakan kebijakan tersebut akan dilakukan paling lambat sebelum Natal tahun ini. Namun sampai dengan hari ini tindak lanjut dari pemerintah belum ditunjukan secara serius.

Tutup Pabrik, Solusi Terakhir

Sebenarnya langkah yang diambil oleh perusahaan-perusahaan otomotif tersebut merupakan sebuah langkah penyelamatan terakhir dari sebuah kondisi yang sangat memprihatinkan saat ini. Kondisi tersebut sebenarnya telah dinyatakan pada saat pertemuan dengan pihak pemerintah dan Kongres beberapa waktu lalu. Dan kebijakan tersebut sebenarnya merupakan sebuah bentuk ancaman yang dirasa cukup efektif dalam menggenjot niat pemerintah dalam memberikan bantuan. Namun rupanya hal tersebut dianggap kurang serius oleh pemerintah.

Kerugian yang menumpuk dan minimnya jumlah pemasukan membuat ketiga perusahaan tersebut cukup mengalami kepanikan. Apalagi harga saham ketiganya telah merosot tajam menjelanh akhir tahun ini. General Motors tercatat anjlok sebesar 22%, Ford senilai 19% dan Chrysler turun tajam 28%. Selain mengalami kerugian akibat penurunan harga saham, penundaan pengerjaan orderan juga menjadi momok yang cukup mengerikan. Total orderan senilai 370 juta dollar atau senilai Rp 4,4 triliun terancam batal. Sedangkan Ford, terancam mengalami kerugian akibat pembatalan produksi sebanyak 250.000 unit mobil.

Disisi lain, Chrysler, produsen mobil-mobil mewah menyatakan akan mengalami kerugian sebesar 60 juta dollar atau senilai Rp 72 triliun akibat besarnya biaya produksi, terutama pada sulitnya mendapatkan komponen-komponen eksklusif yang saat ini sulit untuk dioder dari negara asal. Tutupnya beberapa suplier bahan baku perakitan membuat sulit produsen mobil mewah tersebut.

Butuh Respon Cepat

Dengan munculnya kondisi-kondisi yang sangat mengkhawatirkan tersebut sudah sepatutnya pemerintah AS dapat segera melakukan tindakan yang responsif. Para pelaku pasar melihat adanya perlakuan diskriminatif yang diperoleh sektor otomotif dibandingkan sektor finansial yang beberapa waktu lalu mendapat perhatian yang lebih. Cepatnya respon pemerintah dalam meluncurkan kebijakan bailout sektor finansial dalam beberapa waktu lalu memperlihatkan bahwa proses pemulihan ekonomi cenderung memfokuskan sektor finansial dibandingkan sektor riil.

Rencana yang sebelumnya dijanjikan oleh pemerintah sudah sepatutnya segera dilakukan, apalagi Presiden AS terpilih Barack Obama telah merestui kebijakan bailout sektor otomotif. Bahkan hari ini Obama telah mengemukakan akan kembali mengucur danan sebanyak 800 miliar dollar atau senilai dengan Rp 9.600 triliun, sebagai dana cadangan bagi proses pemulihan ekonomi.

Pabrik Tutup; Pengangguran Akan Meningkat

Resiko besar yang akan muncul jikalau penutupan 59 pabrik otomotif jadi dilaksanakan ialah akan terjadinya bom pengangguran yang diperkirakan akan terjadi dalam kurun waktu yang sangat dekat. Prediksi yang dilakukan oleh ekonom, sebanyak lebih kurang 150.000 orang akan terancam menjadi pengangguran. Hal tersebut cukup rasional dan telah diprediksi sejak beberapa waktu lalu. Kondisi juga akan semakin memukul perekonomian AS yang sampai saat ini belum mengeluarkan kebijakan yang cukup ampuh dalam mengerem laju pengangguran yang semakin bertambah. Kedepannya, pemerintah AS harus melihat resiko ini sebagai faktor utama mengapa kebijakan bailout mesti segera dilaksanakan.

Source : vibiznews.com